Minggu, 28 Oktober 2012

Program UTS & Teori Awal


Teori awal

Banyak  teori tentang belajar yang telah berkembang sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan Ivan Pavlov dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang lain seperti B.F Skinner.

Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

Untuk menjelaskan teori pembelajaran, Skinner mengadakan sebuah percobaan yang disebut proses operant condisioning. Proses operant conditioning sesungguhnya tidak jauh berbeda dari proses kondisioning klasik dari Pavlov. Dalam proses kondisioning operant terdapat juga stimulus tak berkondisi dan respons tak berkondisi (disebut tingkah laku responden) serta stimulus berkondisi dan respons berkondisi. Tetapi kalau dalam percobaan Pavlov, anjing percobaan mengekuarkan air liurnya secara pasif, maka dalam proses kondisioningnya Skinner, binatang percobaan (dalam hal ini tikus) aktif. Dengan sengaja tikus itu melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Karena itu respons berkondisi dalam percobaan Skinner disebut sebagai respons operant atau tingkah laku operant (operant behavior), sedangkan stimulus berkondisinya disebut stimulus operant.

Menurut Skinner, unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
·         Penguatan (reinforcement),
1.      Penguat primer dan sekunder à Penguat primer adalah penguat yang memperkuat perilaku tanpa pelatihan (pengkondisian) dan penting bagi survival spesies. Sedangkan penguat skunder adalah penguat yang memperkuat perilaku melalui asosiasi dengan penguat primer atau penguat sekunder yang sudah ada.
2.      Penguat umum atau digeneralisasikan à Penguat ini efektif dalam berbagai macam situasi; diantaranya penguat social yang diberikan orang lain dan manipulasi lingkungan fisik dengan sukses.
3.      Penguat positif atau negatif à Penguat positif adalah tambahan dari situasi mereka. Sedangkan  penguat negative adalah memperkuat perilku melalui penghentian atau penghilangan dari situasi.
·          
     Hukuman (punishment)
Dari perspektif pengkondisian berpenguat, perilaku mungkin dihukum dengan dua cara. Yang satu adalah penglihatan penguat positif dan bentuk hukuman lainnya adalah penambahan penguat negative pada situasi. Dari segi efeknya, hukuman bukan lawan dari penguatan. Setidaknya mungkin ada empat efek hukuman yang tidak diharapkan. Pertama, hukuman hanya menekankan perilku untuk sementara waktu; ia bukan solusi permanen. Kedua, hukuman juga menimbulkan reaksi emosional yang tidak diharapkan. Ketiga, tindakan selain perilaku yang tidak diinginkan mungkin juga terkena hukuman. Tetapi kelemahan utama dari hukuman adalah ia tidak menghasilkan perilaku positif.

Rancangan program
·         Perancang Program :
Terdiri dari 3 orang, dimana 1 orang sebagai koordinator laptop, 1 orang sebagai MC, dan 1 orang sebagai pengurus P2TK.

·         Peserta :
1.      Terdiri dari 4 tim ± 10 orang
2.      Merupakan mahasiswa dari kelas psikologi belajar

·         Peralatan, Perlengkapan, dan Lokasi Program
a.       Peralatan Program :
1.      Laptop
2.      Reward
b.      Perlengkapan Program :
1.      Soundsystem
2.      Microphone
3.      Proyektor
c.       Lokasi : Kelas III-A Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

·         Rundown program
Terdiri dari 2 sesi :
1.      Main kata
Dalam sesi ini, masing-masing tim membentuk barisan dan tiap tim berusaha untuk menjawab 1 pertanyaan yang diberikan oleh MC. Jawaban harus diucapkan per kata secara berurut. Jawaban yang diucapkan harus dilakukan per kata tiap orang dalam tim, setiap individu dalam tim yang tidak mampu menyebut 1 huruf maka individu tersebut langsung dikeluarkan dari tim. Bagi individu yang sudah dikeluarkan dari tim, mereka tidak dapat balik ke tim untuk mengikuti permainan selanjutnya. Bagi dua tim yang masih menyisakan individu terbanyak yang akan lanjut ke sesi berikutnya.
2.      Tebak gambar
Dalam sesi ini, dua tim yang memenangkan sesi pertama akan diadu dalam sesi tebak gambar. Masing-masing tim akan diberi gambar yang sudah diacak yang berupa potongan-potongan gambar dan diminta untuk menebak gambar tersebut selama 10 detik tiap gambar. Masing-masing tim akan diberikan 3 tiga gambar, tim yanb berhasil menjawab gambar terbanyak maka menjadi tim pemenang. Akan tetapi, ketika terjadi kesamaan nilai dalam menebak gambar akan diberi 1 gambar rebutan dan bagi tim tercepat yang menjawab menjadi pemenang dalam program ini.

Sumber :
Gredler, Margareth E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Ed. 6, Cet. 1. Jakarta: Prenada Group.

Perancang Program

Selasa, 23 Oktober 2012

Ringkasan Jurnal & Link Jurnal


Diringkas oleh :
Steven (091301025)

Link jurnalnya klik here


STRUKTUR KOGNISI TENTANG POLISI (STUDI TIGA TAHAP PERKEMBANGAN KANAK-KANAK)
Andrianus Meliala
Jurusan Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424

Abstrak
Penelitian ini bermaksud mengetahui profil kognisi mengenai polisi dari sudut kanak-kanak yang terbagi dalam tiga tahapan perkembangan usia. Dengan mengetahui perbedaan dan perbandingan struktur kognisi tersebut terhadap sosok polisi dan peran polisi, dihipotesakan bahwa kognisi dari kelompok kanak-kanak dengantingkat usia yang semakin tinggi akan menampilkan struktur yang lebih lengkap dan kompleks tentang obyek polisi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa gambaran struktur tersebut memang memperlihatkan pemerkayaan pada kelompok yang lebih tinggi.

Keywords : Police, cognition, children, police’s role and function

Latar belakang
Peran polisi dan partisipasi masyarakat adalah hal yang berhubungan (Rahardjo dan Tabah, 2003). Dimana dalam partisipasi masyarakat sendiri harus ada pengetahuan akan peran polisi tersebut. Dalam hal itu, peran polisi cuma diketahui masyarakat sebagai sistem peradilan saja. Sempitnya kognisi seseorang dapat membahayakan semua orang termasuk dirinya sendiri.
Dalam hal ini peneliti meninjau tentang perbedaan kognisi anak dalam 3 tahap perkembangan Piaget (tahap pre-operational, tahap konkret operasional, dan tahap formal operational) terhadap peran polisi. Harian Kompas (1996), Mingguan Gatra (1995), FISIP Unair (1995), dan FISIP UI (1996) pernah melakukan penelitian tentang hubungan polisi dan masyarakat di Indonesia.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kognitif, dimana pendekatan ini membuat individu lebih menggunakan pengetahuan mereka. Pendekatan ini lebih dipersempit dimensinya menjadi kognisi sosial dari Fiske dan Taylor (1993) yang menjelaskan profil kognisi anak tentang peran polisi.
Perkembangan kognisi anak pada penelitian ini lebih menekankan pada perkembangan secara bertahap. Salah satu tokoh perkembangan kognisi adalah Jean Piaget (1920), dimana ada tiga komponen kecerdasan yaitu intellectual content, cognitive structures, dan intellectual mechanism. Shaffer (1994) pernah menyatakan semakin bertambahnya usia, semakin berubahnya prilaku seseorang yang menjadi skema kognisi. Tahap perkembangan Piaget terdapat empat tahap yaitu tahap sensorimotor, pre-operational, operasional konkret, dan operasional formal.
Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah polisi, penegak hukum di lapangan (Skolnick, 1966). Banyak pembahasan tentang polisi yang membuatnya terbagi dalam dua kelompok besar yaitu melihat polisi sebagai peran dan melihat polisi dari sudut kemampuan dan kewenangan kerja. Bagi masyarakat yang telah mengetahui akan peran dan konsep-konsep peran polisi, maka seharusnya mereka juga mengetahui pembagian akan pembahasan tentang polisi.

Tujuan penelitian :
·         Mengetahui kognisi anak-anak dari kelompok usia yang berbeda mengenai polisi
·         Membandingkan struktur kognisi mereka

Metode penelitian
a.       Subjek
·         Berasal dari 2 sekolah, sekolah Slamet Riyadi & sekolah TK Al-ishar
·         Diambil dari 3 tahapan kelas : TK (63 orang), SD (61 orang), dan SLTP (32 orang)
b.      Teknik pengambilan data
·         Untuk kelompok TK & SD : FGD (focussed group discussion)
·         Untuk kelompok SLTP : pemberian skala
c.       Alat pengumpulan data
·         Poster : TK
·         Daftar pertanyaan  dari peneliti : SD & TK
·         Kuesioner : SLTP
d.      Analisis data
1.      Hasil kelompok :
·         TK Slamet Riyadi :
Seorang guru terpaksa ikut serta dalam kelompok dan membantu mengulang pertanyaan dalam diskusi kelompok, serta peserta kurang aktif.
·         TK Al-ishar :
Peserta sangat aktif dan tidak terlihat takut dengan peneliti selama diskusi kelompok.
·         SD Slamet Riyadi :
Peserta diambil dari tiga kelas berbeda, namun tidak terlihat perbedaan antar kelas, serta peserta merasa antusias.
·         SD Al-ishar :
Peserta berasal dari tiga kelas berbeda dan seimbang, kondisi berlangsung hangat dan dinamis, tetapi terdapat seorang guru yang mengamati.
·         SLTP Slamet Riyadi :
Peserta merupakan siswa-siswi dari kelas yang sama.
·         SLTP Al-ishar :
Peserta merupakan campuran dari berbagai kelas.

2.      Pendapat kelompok tentang polisi :
·         Mengenai teman dan musuh polisi :
Kelompok dapat membagi antara orang yang memang baik dan jahat
·         Mengenai cues mengenal polisi :
Kelompok dapat menyebutkan cues untuk mengenal polisi serta ciri-ciri dan perbedaannya.
·         Mengenai alat bantu polisi :
Kelompok dapat menyebutkan alat-alat yang secara umum digunakan oleh polisi dan kegunaannya.
·         Mengenai tipologi polisi :
Kelompok tidak terlalu mengetahui perbedaan jenis-jenis polisi.
·         Mengenai kegiatan polisi :
Kelompok dapat menyebutkan pekerjaan polisi secara umum dan juga komentar tentang penyalahgunaan tentang kegiatan polisi
·         Mengenai persepsi tentang polisi :
Kelompok memberi respon negatif tentang polisi.

Hasil penelitian
·         Tentang cues mengenal polisi :
Terlihat perbedaan antara TK dan SMP, dimana anak TK masih menggunakan alat peraga dalam pengenalan polisi.
·         Tentang tipologi, kegiatan, alat bantu, teman, musuh dan persepsi akan polisi :
Terdapat variasi pertambahan pengenalan seiring bertambahnya tingkatan kelas.

Komentar dan saran
Komentar :
·    Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subjek dari tiga tahap perkembangan anak yang sudah sesuai dengan teori Jean Piaget.
·     Peneliti ada menyatakan bahwa diupayakan memakai subjek dalam satu sekolah, kenyataannya peneliti memakai subjek dari dua sekolah.
·   Tidak adanya pembagian hasil data antar tiga kelompok tahap perkembangan sehingga tidak adanya kejelasan hasil yang diketahui.
Saran :
·      Seharusnya peneliti lebih pasti dalam menekankan kriteria subjek, apakah memakai satu sekolah atau dua sekolah.
·   Penelitian lanjutan mungkin bisa membandingkan antara sekolah yang bagus dan sekolah yang kurang bagus.

Rabu, 10 Oktober 2012

Produk kerja saya (Bingkai)




            Pelajaran yang saya dapatkan pada hari ini bahwa sesuatu yang diberikan dengan instruksi singkat yang jelas itu, membuat kita benar-benar harus berusaha untuk membuat sesuatu yang terbaik. Stimulus yang mungkin sangat aneh, membuat kita harus berpikir luas, kreatif, dan inovatif. Banyak hal yang dihasilkan baik itu tulisan maupun hasil prakarya. Walaupun ada diantara kami yang kecewa karena tidak menjadi pemenang dalam kompetisi hari ini, akan tetapi itu membuat kami belajar untuk menjadi yang lebih baik kedepannya.

            Teori Skinner tidak terasa bahwa dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apapun itu, setiap hal memiliki stimulus yang membuat kita akan memberikan respon yang kemudian diberikan penguatan (positif/negatif). Yang akan membuat kita semakin sering melakukannya atau malah kita menghindari untuk melakukannya.